a.
Geologi dan mineralogi
Geologi
dan mineralogidari biji sulfida daerah sangkaropi memperlihatkan kesamaan
dengan endapan-endapan jenus kuroko di Jepang. Sfalerit (Sf), Galena (Gn),
Pirit (Pi) dan Kalkopirit (Kl) merupakan mineral sulfida yang umum dengan
sejumlah kecil bornit (Bo), tenantit (Ten), tetrahedrit, arsenopirit, kalkosit
dan kovelit. Perak (Ag) terkonsentrasi di dalam tenantit, Cd terkonsentrasi di
dalam sfalerit.
Mineral-mineral
tersebut terkonsentrasi sebagai hasil reaksi mineralisasi dari intrusi magma
yang menerobos batuan vulkanik-sedimen berumur Paleogen. Mineralisasi tersebut
dikenaldengan “Black Ore”.
Selain
mineral diatas, di sangkaropi juga terdapat, zeolit sering disebut juga sebagai
mineral multiguna, karena banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti
untuk adsorben, penukar ion, penapis molekular dan katalis, pembebas
nitrogen-amonia dari pabrik, pembebas ion logam dari air, aditif pada pakan
ternak, tambak ikan/udang, penyerap limbah, dan lain-lainnya. Oleh sebab itu,
mineral zeolit merupakan salah satu mineral “primadona” saat ini.
Batuan
induk zeolit di daerah Sangkaropi-Mendila berupa tuf litik dan tuf gelas yang
terubah dan sebagian termineralisasi termasuk ke dalam Gunung Api Lamasi
berumur Oligosen. Hal ini ditunjukkan oleh hadirnya mineral ubahan hidrotermal
seperti klorit, epidot, mineral lempung, karbonat dan silika, serta logam-logam
dasar.
Zeolit
Sangkaropi-Mendila dengan sumber daya sekitar 168.480.000 ton pada daerah
seluas 360.000 m² ini, dapat digunakan dalam bidang perikanan (budi daya
udang), pertanian, penyerap limbah, dan bidang industri lainnya.
b. Letak Geografis dan Geomorfologi Daerah Sangkaropi
b. Letak Geografis dan Geomorfologi Daerah Sangkaropi
Kondisi
geomorfologi daerah sangkaropi menjadi menarikdalam kaitannya dengan akses dari
penambangan. Sangkaropi yang disusun oleh Batuan Vulkanik, dengan tingkat
pelapukan yang cukup tinggi, menyebabkan vegetasi yang rapat. Sangkaropi dan
merupakan perbukitan sedang sampai terjal 45% – 90%, dan ada beberapa
perbukitan lembah-lembah yang dibentuk oleh anak-anak sungai yang merupakan
anak sungai Sa’dan bada bagian Barat dan Sungai Lamasi pada bagian Timur.
Dengan demikian bagian Barat dari sangkaropi adalah Catchment Area atau Daerah
Aliran Sungai (DAS) Sungai Sa’dan dan Sungai Lamasi.
Sangkaropi Tidak Layak Untuk ditambang
Sangkaropi Tidak Layak Untuk ditambang
Dari uraian diatas, Sangkaropi mengandung sebuah kekayaan alam, yang bernilai ekonomis tinggi. Kuantitasnya tentu dikantongi oleh perusahaan yang saat ini sedang mengekploitasinya. Kalau dilakukan penambangan Eksploitasi akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Toraja Utara, dan terbuka lapangan kerja
Dilain
sisi ada ancaman bencana yang kost nya tidak terhitung, akan dirasakan oleh begitu
banyak masyarakat, dan dalam jangka waktu yang lama. Untuk sungai sa’dan saja,
adalah bahan baku air minum untuk 4 kabupaten. Belum sungai Lamasi yang
mengairi lahan pertanian di Luwu.
Sungai
Sa’dan dan Sungai Lamasi, adalah dua sungai yang terancam mengalami pencemaran.
Potensi pencemaran oleh limbah kimia, dan yang pasti terjadi adalah erosi yang
sangat tinggi akibat tambang terbuka. Erosi tinggi menyebabkan sungai akan ,
menjadi keruh, dan bisa terjadi pendangkalan disepanjang sungai, dan bila terjadi
hujan volume air sungai akan meningkat sebaliknya penurunan debit sungai di
musim kemarau, karena tidak ada lagi vegtasi yang bisa menahan air. Tambang ini
akan merubah bentangalam dan mengganggu kestabilan lereng, dan ini berpotensi
longsor, serta kerusakan lahan pertanian dan sawah disekitar areal tambang.
Tambang Sangkaropi dari dulu bermasalah
Tambang Sangkaropi dari dulu bermasalah
Pembukaan
tambang di Sangkaropi dan Sa’sak ternyata bukan hal yang baru. Selain
Perusahaan Plat merah Aneka Tambang di akhir 70-an, ada beberapa perusahaan yang
mengeruk hasil bumi di Toraja tersebut. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (
Walhi) Sulawesi selatan yang dirilis kantor berita Antara tahun 2007, ada
perusahaan lain yang pernah melakukan penambangan di Sangkaropi yaitu PT.
Integra Mining Nusantara (IMN) (Tewoo Affiliation Company) dengan izin
eksploitasi nomor: 540/245/DPE/XI/2006 Tanggal 30 November 2006 untuk masa
berlaku tiga tahun. Luas kuasa pertambangan PT. Integra Mining Nusantara adalah
847,42 hektar yang terdapat di Desa Sangkaropi, Kecamatan Sa`dan, Kabupaten
Tana Toraja
Menurut
surat Walhi yang disampaikan kepada menteri kehutanan Nomor: 033/ED-WALHISS/
VI/2007, bahwa tambang tersebut termasuk dalam hutan lindung. Dalam surat yang
ditandatangain oleh Taufik Kasaming, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi selatan,
Rencana penambangan emas di dua lokasi yakni kawasan Sangkaropi dan Sa`sak
merupakan wujud rencana eksploitasi SDA yang tidak lagi melihat dan
mempermasalahkan status hutan, bentang alam yang tidak layak ditambang, belum
lagi permasalahan sosial/adat yang muncul di permukaan akibat eksploitasi yang
akan menggusur hak-hak ulayat.
Saya tidak memiliki data sejauh mana kegitan penambangan ini berlangsung, tetapi menurut laporan kawan-kawan di Toraja waktu itu, IMN ”tidak” melakukan penambangan, tetapi baru mengambil sampel. Anehnya jumlah sampel yang diambil dan dibawa ke Makassar sebesar 50.000 Ton.
Saya tidak memiliki data sejauh mana kegitan penambangan ini berlangsung, tetapi menurut laporan kawan-kawan di Toraja waktu itu, IMN ”tidak” melakukan penambangan, tetapi baru mengambil sampel. Anehnya jumlah sampel yang diambil dan dibawa ke Makassar sebesar 50.000 Ton.
Dari
penelusuran yang saya lakukan, saya menjumpai informasi bahwa tidak
dilanjutkannya penambangan setelah eksplorasi pada awal tahun 80-an, bukan semata
persoalan ekonomis dan teknologi (seperti yang saya dengar waktu kecil), tetapi
karena pertimbangan ekologi. Bupati Luwu dan Bupati Tana Toraja tidak setuju,
sehingga mengirim surat keberatan kepada Mentri KLH waktu itu Emil Salim dan
Sesdalopbang Solihin G.P.
Dalam
berita yang dilansir Tempo 27 Juni 1981, Drs. Abdullah Suara, Bupati luwu,
keberatan karena sadar bahwa tambang tersebut akan mempengaruhi Sungai Lamasi,
yang akan merugikan petani, mengingat sungai lamasi adalah sumber air untuk
pertanian di kabupaten luwu, dan waktu itu baru dibangun bendungan.
Mungkin
kita bisa katakan bahwa memang semua pertambangan akan menyebabkan degradasi
lingkungan, tetapi mengapa di daerah lain bisa dilakukan, sementara di
Sangkaropi kita harus keberatan? Betul bisa saja dilakukan penambangan, tetapi
harus mengikuti presedur yang ketat, dan tidak semua daerah tidak dapat
ditambang. Adapun proses perijinan yang harus dilalui yaitu: untuk setiap
pertambangan, kalau ijin dari Bupati, bentuknya Kuasa Pertambangan, kalau dari
Pemerintah Pusat bentuknya Kontrak Karya. Sesuai ketentuan UU Nomor 23 tahun
1997, dalam proses AMDAL harus terlibat masyarakat setempat, LSM, dan Pemda.
Dibahas dalam diskusi mengenai AMDAL tentang pembuangan limbah: kemana
membuangnya supaya tidak membahayakan, bagaimana membuangnya. Yang berhak
memberi penugasan untuk penelitian AMDAL adalah bupati.
Kalau
30 tahun lalu, pertimbanagn akan kelestraian hutan dan pencemaran menjadi
concern dari pemerintah, dan setelah sekian lama isu mengenai pemasanan global,
dan berbagai bencana yang ditimbulkan oleh salah kelolah lingkungan, maka
adalah kemunduran kalau saat ini panambagan tersebut itu diijinkan.
Oleh
karenanya para stakeholder dan masyarakat sekitar serta pemerhati lingkungan,
yang peduli akan masa depan Toraja dan masa depan dunia, perlu mencermati
perkembangan ekploitasi hasil bumi itu. Mungkin perlu dilakukan studi bagaiaman
kondisi daerah-daerah pasca tambang di Kalimantan Timur, dan juga belajar ke
daerah yang keuke tidak mengijinkan upaya pertambangan di kabupatennya untuk
ditambang meski mengandung banyak mineral seperti Kabupaten Malinau.
19.36 |
Category:
kuliahQ
|
1 komentar
Comments (1)
bolehka kaka mengambil ini sbgai referensiku hahahahaiii